Inspire / basic of story by MV Juniel – Illa
Illa
Cerita ini hanyalah pengembangan dari
imajinasi saya J
“
Nek...nek... “ aku menoleh pada cucuku yang sekarang telah berumur 16 tahun,
seorang remaja cantik yang selalu ingin tahu. Rambut panjangnya berterbangan
saat setengah berlari menghampiriku.
“ ada apa
Shally ? “ tanyaku lembut padanya.
“ nek...
nenek tahu ini siapa ? lukisannya mirip Shally ya nek “ katanya penuh semangat.
Shally
menunjukkan sebuah kertas lukisan yang sudah sangat tua, kertas itu bahkan
sudah bewarna kecoklatatan, di kertas itu seorang perempuan muda berambut panjang
tengah tersenyum sambil memegang setangkai bunga. Aku terdiam, memoriku
langsung berputar kembali berpuluh-puluh tahun yang lalu.
“ dari mana
kamu dapatkan ini Shal ? “ tanyaku pada cucuku itu.
“ dari
gudang Nek, ini ada di tabung panjang itu nek, tempat yang buat melukis itu ,
gak tahu Shally namanya apa, ini lukisan nenek ya ? “ tanya shally.
Aku hanya
mengangguk perlahan, “ ini lukisan nenek, waktu nenek masih berumur 21 tahun “
kataku menjelaskan dengan sangat yakin. “ jadi kira-kira lukisan ini sekitar 34
tahun yang lalu “ tambahku lagi.
“ waw ! lama
banget ya nek, siapa yang buat ini nek ? kakek ? “ tanya Shally lagi
Aku
tersenyum, “ bukan, dia adalah seseorang yang datang sebelum kakekmu, dia adalah cinta pertamaku. “
Shally
membesarkan matanya dan terlihat jelas raut keingintahuan dari wajahnya. Maka
aku memutar kembali memoriku ke 34 tahun yang lalu disaat aku masih berumur 21
tahun, seorang gadis cantik yang masih canggung berhadapan dengan seorang pria.
***
Waktu itu
aku dan keluargaku tinggal di jakarta. Kami hidup dari berjualan di sebuah toko
milik ayahku. Nama toko kami adalah “ Retoria “ yang diambil dari perpaduan nama
antara kakek dan nenek ku. Setiap siang aku selalu menjaga toko milik ayahku,
dan terkadang juga di malam hari. Karna aku selalu menjaga toko milik ayahku,
maka aku dijuluki ‘gadis si bunga kanvas’, karena barang –barang yang kami jual
di toko kami adalah berbagai jenis bunga dan peralatan melukis yang diantaranya
adalah kanvas. Dari sinilah aku mengenal laki-laki ini, dia adalah seseorang
yang setiap hari, tepat jam satu siang selalu datang ke toko kami. Dan setiap
hari pula membeli bunga ataupun keperluan melukis di toko Retoria. Bahkan
setiap hari pula aku memergokinya mengintip dari jendela melihat kearahku sebelum
dia masuk ke dalam toko. Awalnya aku tak memperhatikannya, tapi karena
seringnya dia berkunjung ke toko, aku jadi sangat memperhatikannya. Aku
penasaran kenapa setiap hari dia berkunjung ke toko kami untuk membeli barang
yang sudah dibelinya kemarin. Namun seiring berjalannya waktu, rasa penasaran
ini berubah menjadi perasaan lain, dia yang selalu datang dengan mata jernih
dan senyum manisnya berhasil membuatku canggung dihadapannya. Sikap sopannya mendetakkan jantungku lebih kencang dari
biasanya, dan kesederhanaanya menjadikan dia berbeda dari pria lainnya. Aku
yang tidak pernah berurusan langsung dengan laki-laki tahu bahwa ada suatu perasaan yang lain dalam hatiku dan
tanpa aku sadari, setiap hari, setiap jam satu siang, aku selalu menunggunya.
Pernah suatu
ketika, dia terlambat datang ke toko. Waktu itu sudah jam 1.30 dan dia belum
datang juga, maka sambil terus melirik ke jam dinding, aku merangkai bunga
mawar yang bewarna merah. Tiba- tiba aku dikejutkan oleh ketukan tangan di atas
meja, dan ketika aku melihat, ternyata dia sudah ada dihadapanku dengan
tersenyum manis. Aku benar- benar canggung, seperti berhenti bernafas dalam
keadaan yang tiba-tiba.
“ iya... ? “
tanyaku
Dia
tersenyum kemudian berbalik arah melihat rangkaian-rangkaian bunga.
“ aku sedang
mencari bunga yang harumnya alami “ katanya
“ ee itu...
bunga mawar bewarna putih itu sangat wangi “ kataku sambil berdiri dan
menunjukkannya.
Dia
menciumnya, “ ehm... sepertinya kurang “ katanya melihatku.
“ ee..kalau
bunga mawar merah itu ? “ aku mengambil bunga mawar yang baru saja aku rangkai.
“ ehm...
yang ini baru sangat wangi “ katanya tersenyum manis.
“ baiklah...
ini, terima kasih, aku akan kembali besok “ katanya lagi setelah memberi uang
bunga kepadaku dan keluar dari toko.
Dan
selanjutnya terus begitu, dia selalu datang ke toko Retoria setiap jam satu siang..... hingga ....
***
Hari senin
malam sekitar jam 10.00, aku baru pulang dari pasar malam. Aku berjalan ke arah
toko Retoria dan sesaat berhenti ketika aku melihat dari kejauhan punggung seseorang yang sepertinya tak asing mulai
menghilang dari keramaian orang yang hilir mudik di jalan.
“ kau kemana
saja ? kenapa lama sekali pulangnya ? “ tiba-tiba temanku yang bekerja di toko
ayahku menanyakanku begitu aku masuk ke dalam toko.
“ aku dari
pasar malam “ kataku biasa.
“ tadi, laki-laki
yang biasanya setiap hari kesini, pelanggan tetapmu, datang kemari mencarimu.
Dia sepertinya berlari kesini hingga kelelahan begitu, aku bilang padanya kau
sedang pergi, dia sudah menunggumu lebih dari 2 jam, mungkin dia ingin
menunggumu hingga kembali, tapi sepertinya dia mendapat telepon penting, jadi
dia harus segera pergi. Dia hanya menitipkan ini padaku “ kata temanku sambil
memberikan benda berbentuk tabung dari kayu.
“ ooo dan
ini juga, dia menyelipkannya di sini “ kata temanku lagi sambil mengambil
kertas putih dari salah satu kantong di benda tabung kayu itu.
“ aku tidak
tahu apa isinya, tapi dia baru saja menulisnya disini “ tambah temanku lagi.
Aku duduk
dan mulai membuka isi dari kertas itu :
“ Malam,
maaf mengganggumu. Aku hanya ingin bilang bahwa besok aku akan pergi
ke luar negeri, aku tidak tahu kapan akan
kembali
jadi...sebenarnya
aku sungguh sangat menyukaimu
Mungkin...aku
tidak ingin pergi, tapi mungkin aku harus “
Aku membaca
surat itu dengan mata yang mulai berair, aku langsung bangkit dan keluar dari
toko mencari sosok yang aku yakini bahwa ‘punggung seseorang’ tadi adalah dia,
tapi... dia sudah menghilang. Aku kembali masuk ke dalam toko, dan membuka isi
dari tabung kayu itu, dan aku melihat sebuah lukisan wanita yang tersenyum
sambil memegang setangkai bunga, dan bunga itu adalah bunga mawar yang aku
berikan padanya beberapa waktu yang lalu.
***
Aku selesai
bercerita pada cucuku.
“ kemudian,
apa yang terjadi selanjutnya nek ? “ tanya Shally
“
shally....sudah jam 10.00 ayo tidur ! “ panggil ibu Shally
“ sudah
waktunya tidur sayang... “ kataku lembut pada cucuku.
“ ehmm
tapi..... baiklah “ Shally lalu beranjak pergi ke kamarnya.
“ ibu tidak
tidur ? “ kata putriku padaku
“ aku masih
ingin disini “ kataku.
“ baiklah...
kami tidur duluan ya “ kemudian putriku masuk ke kamarnya.
Aku masih
duduk di ruang tengah sambil memandang lukisan tua itu dan mengusapnya. Lukisan
yang membawaku ke memori masa lalu, dan aku berkata pada diriku sendiri :
“ malam
itu, dia hanya pergi seperti itu, dan aku tidak pernah melihatnya lagi, aku
yang
pindah
ke Bandung bersama orangtuaku telah kehilangan jejaknya, dan begitu pula
sebaliknya
dia.
tetapi
masih....sesuatu yang aku tidak dapat katakan pada malam itu,
aku
juga.... mencintaimu “
***