Senin, 23 Juli 2012

Cinta di “ Retoria “


Inspire / basic of story by MV Juniel – Illa Illa
Cerita ini hanyalah pengembangan dari imajinasi saya J

“ Nek...nek... “ aku menoleh pada cucuku yang sekarang telah berumur 16 tahun, seorang remaja cantik yang selalu ingin tahu. Rambut panjangnya berterbangan saat setengah berlari menghampiriku.
“ ada apa Shally ? “ tanyaku lembut padanya.
“ nek... nenek tahu ini siapa ? lukisannya mirip Shally ya nek “ katanya penuh semangat.
Shally menunjukkan sebuah kertas lukisan yang sudah sangat tua, kertas itu bahkan sudah bewarna kecoklatatan, di kertas itu seorang perempuan muda berambut panjang tengah tersenyum sambil memegang setangkai bunga. Aku terdiam, memoriku langsung berputar kembali berpuluh-puluh tahun yang lalu.
“ dari mana kamu dapatkan ini Shal ? “ tanyaku pada cucuku itu.
“ dari gudang Nek, ini ada di tabung panjang itu nek, tempat yang buat melukis itu , gak tahu Shally namanya apa, ini lukisan nenek ya ? “ tanya shally.
Aku hanya mengangguk perlahan, “ ini lukisan nenek, waktu nenek masih berumur 21 tahun “ kataku menjelaskan dengan sangat yakin. “ jadi kira-kira lukisan ini sekitar 34 tahun yang lalu “ tambahku lagi.
“ waw ! lama banget ya nek, siapa yang buat ini nek ? kakek ? “ tanya Shally lagi
Aku tersenyum, “ bukan, dia adalah seseorang yang datang sebelum kakekmu, dia adalah cinta pertamaku.
Shally membesarkan matanya dan terlihat jelas raut keingintahuan dari wajahnya. Maka aku memutar kembali memoriku ke 34 tahun yang lalu disaat aku masih berumur 21 tahun, seorang gadis cantik yang masih canggung berhadapan dengan seorang pria.

                                                                                                ***

Waktu itu aku dan keluargaku tinggal di jakarta. Kami hidup dari berjualan di sebuah toko milik ayahku. Nama toko kami adalah “ Retoria “ yang diambil dari perpaduan nama antara kakek dan nenek ku. Setiap siang aku selalu menjaga toko milik ayahku, dan terkadang juga di malam hari. Karna aku selalu menjaga toko milik ayahku, maka aku dijuluki ‘gadis si bunga kanvas’, karena barang –barang yang kami jual di toko kami adalah berbagai jenis bunga dan peralatan melukis yang diantaranya adalah kanvas. Dari sinilah aku mengenal laki-laki ini, dia adalah seseorang yang setiap hari, tepat jam satu siang selalu datang ke toko kami. Dan setiap hari pula membeli bunga ataupun keperluan melukis di toko Retoria. Bahkan setiap hari pula aku memergokinya mengintip dari jendela melihat kearahku sebelum dia masuk ke dalam toko. Awalnya aku tak memperhatikannya, tapi karena seringnya dia berkunjung ke toko, aku jadi sangat memperhatikannya. Aku penasaran kenapa setiap hari dia berkunjung ke toko kami untuk membeli barang yang sudah dibelinya kemarin. Namun seiring berjalannya waktu, rasa penasaran ini berubah menjadi perasaan lain, dia yang selalu datang dengan mata jernih dan senyum manisnya berhasil membuatku canggung dihadapannya. Sikap sopannya  mendetakkan jantungku lebih kencang dari biasanya, dan kesederhanaanya menjadikan dia berbeda dari pria lainnya. Aku yang tidak pernah berurusan langsung dengan laki-laki tahu bahwa  ada suatu perasaan yang lain dalam hatiku dan tanpa aku sadari, setiap hari, setiap jam satu siang, aku selalu menunggunya.
Pernah suatu ketika, dia terlambat datang ke toko. Waktu itu sudah jam 1.30 dan dia belum datang juga, maka sambil terus melirik ke jam dinding, aku merangkai bunga mawar yang bewarna merah. Tiba- tiba aku dikejutkan oleh ketukan tangan di atas meja, dan ketika aku melihat, ternyata dia sudah ada dihadapanku dengan tersenyum manis. Aku benar- benar canggung, seperti berhenti bernafas dalam keadaan yang tiba-tiba.
“ iya... ? “ tanyaku
Dia tersenyum kemudian berbalik arah melihat rangkaian-rangkaian bunga.
“ aku sedang mencari bunga yang harumnya alami “ katanya
“ ee itu... bunga mawar bewarna putih itu sangat wangi “ kataku sambil berdiri dan menunjukkannya.
Dia menciumnya, “ ehm... sepertinya kurang “ katanya melihatku.
“ ee..kalau bunga mawar merah itu ? “ aku mengambil bunga mawar yang baru saja aku rangkai.
“ ehm... yang ini baru sangat wangi “ katanya tersenyum manis.
“ baiklah... ini, terima kasih, aku akan kembali besok “ katanya lagi setelah memberi uang bunga kepadaku dan keluar dari toko.
Dan selanjutnya terus begitu, dia selalu datang ke toko Retoria  setiap jam satu siang..... hingga ....

                                                                        ***

Hari senin malam sekitar jam 10.00, aku baru pulang dari pasar malam. Aku berjalan ke arah toko Retoria dan sesaat berhenti ketika aku melihat dari kejauhan punggung  seseorang yang sepertinya tak asing mulai menghilang dari keramaian orang yang hilir mudik di jalan.
“ kau kemana saja ? kenapa lama sekali pulangnya ? “ tiba-tiba temanku yang bekerja di toko ayahku menanyakanku begitu aku masuk ke dalam toko.
“ aku dari pasar malam “ kataku biasa.
“ tadi, laki-laki yang biasanya setiap hari kesini, pelanggan tetapmu, datang kemari mencarimu. Dia sepertinya berlari kesini hingga kelelahan begitu, aku bilang padanya kau sedang pergi, dia sudah menunggumu lebih dari 2 jam, mungkin dia ingin menunggumu hingga kembali, tapi sepertinya dia mendapat telepon penting, jadi dia harus segera pergi. Dia hanya menitipkan ini padaku “ kata temanku sambil memberikan benda berbentuk tabung dari kayu.
“ ooo dan ini juga, dia menyelipkannya di sini “ kata temanku lagi sambil mengambil kertas putih dari salah satu kantong di benda tabung kayu itu.
“ aku tidak tahu apa isinya, tapi dia baru saja menulisnya disini “ tambah temanku lagi.
Aku duduk dan mulai membuka isi dari kertas itu :

  Malam, maaf mengganggumu. Aku hanya ingin bilang bahwa besok aku akan pergi
   ke luar negeri, aku tidak tahu kapan akan kembali
   jadi...sebenarnya aku sungguh sangat menyukaimu
   Mungkin...aku tidak ingin pergi, tapi mungkin aku harus


Aku membaca surat itu dengan mata yang mulai berair, aku langsung bangkit dan keluar dari toko mencari sosok yang aku yakini bahwa ‘punggung seseorang’ tadi adalah dia, tapi... dia sudah menghilang. Aku kembali masuk ke dalam toko, dan membuka isi dari tabung kayu itu, dan aku melihat sebuah lukisan wanita yang tersenyum sambil memegang setangkai bunga, dan bunga itu adalah bunga mawar yang aku berikan padanya beberapa waktu yang lalu.

                                                                     ***

Aku selesai bercerita pada cucuku.
“ kemudian, apa yang terjadi selanjutnya nek ? “ tanya Shally
“ shally....sudah jam 10.00 ayo tidur ! “ panggil ibu Shally
“ sudah waktunya tidur sayang... “ kataku lembut pada cucuku.
“ ehmm tapi..... baiklah “ Shally lalu beranjak pergi ke kamarnya.
“ ibu tidak tidur ? “ kata putriku padaku
“ aku masih ingin disini “ kataku.
“ baiklah... kami tidur duluan ya “ kemudian putriku masuk ke kamarnya.
Aku masih duduk di ruang tengah sambil memandang lukisan tua itu dan mengusapnya. Lukisan yang membawaku ke memori masa lalu, dan aku berkata pada diriku sendiri :

 malam itu, dia hanya pergi seperti itu, dan aku tidak pernah melihatnya lagi, aku yang 
   pindah ke Bandung bersama orangtuaku telah kehilangan jejaknya, dan begitu pula
   sebaliknya dia.
   tetapi masih....sesuatu yang aku tidak dapat katakan pada malam itu,
   aku juga.... mencintaimu  

                                                                             ***

Sabtu, 28 Januari 2012

Antara Dulu, Sekarang dan Nanti

Aku cinta kamu, kamu cinta dia, dan dia masih diantara dulu, sekarang, dan nanti.
***
“ Yeeee lulus...gue lulus SNMPTN “ sorakku kesenangan tak terhingga. Maklum karena ini pertama kalinya aku bisa membanggakan orang tuaku dengan lulus di salah satu universitas negeri ternama di Indonesia.
aku menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok yang selama ini selalu ku simpan di dalam hatiku.
“ Ry lulus gak ? “ tanya ku pada DIA .
“ lulus Shell tapi...” katanya memperlihatkan wajah sedih.
“ kenapa Ryan ? “ tanyaku.
“ Fina lulus diluar, berarti dia bakalan pergi, gak bisa sama lagi donk...hahaha “ tawanya yang sangat tampak dipaksakan. Hatiku padam, harus kuakui selama ini aku menyukai orang yang telah dimiliki orang lain. Tapi, tak pernah, tak pernah sekalipun aku berniat mengganggu apalagi berusaha memisahkan mereka, cinta diam-diam yang selama ini ku simpan di dalam hatiku kubiarkan begitu saja bak aliran air yang mengalir mengikuti arus.
“ sabar ya Ry...” kataku yang sama sekali tak mau kelihatan munafik, walau aku tak tahu dia tahu aku menyukainya atau tidak. Dan dia hanya tersenyum lirih.

***
Seminggu setelah kelulusan, aku bertemu dengan dia di sekolah untuk mengabarkan kelulusan kami kepada guru-guru yang telah berjasa mengajari kami selama ini.
“ Ry...kita daftar ulang barengan ya...” kataku padanya, kebetulan kami di universitas yang sama.
“ oke “ katanya yang nampak tak bersemangat.
“ ehm...loe baik Ry ? “ tanyaku .
Dia melirikku sebentar dan menghela nafas. “ gue putus sama Fina, kami sepakat kalo LDR susah buat dijalani. “
Aku ‘speechless’ bingung harus sedih atau senang. Senang karena dia sendiri sekarang, tapi sedih karena aku tak melihat lagi pancaran sinar mata dan senyumannya seperti saat dia bersama Fina.
Aku genggam tangannya, “ tenang masih ada orang disekitar loe kok “ kataku.
Dia tersenyum, dan bagiku itu sudah cukup.

***
6 bulan setelah kuliah semuanya berjalan dengan lancar, baik dalam hal perkuliahan ataupun dengannya.  Aku bisa mengikuti mata kuliah dengan baik dan dengan nilai yang cukup memuaskan. Di satu sisi aku yang satu jurusan dengan dia juga semakin dekat. Dia tak pernah sekalipun mengeluh tentang Fina lagi. Dan kedekatan kami membuat cinta diam-diam ku ingin meledak, hingga suatu hari... aku tak pernah membayangkan mengatakan hal ini padanya.
“ Ry...gue mau ke toilet dulu ya...” kataku setengah berlari menuju toilet umum.
“ Shell dompet loe dimana ? “ teriaknya padaku, tapi aku tak sempat menjawab dan langsung masuk ke toilet.
Saat aku balik, aku sangat terkejut dengan pemandangan yang ada di depanku. Dia sedang membaca buku kecilku yang isinya, aku tahu persis adalah perasaanku padanya. Dia mengangkat kepalanya saat menyadari aku berdiri terpaku dihadapannya.
“ loe suka ma gue ? “ katanya tanpa basa-basi.
Kakiku lemas dan langsung terduduk dihadapannya, tak tahu apa yang harus dikatakan.
“ loe...” belum sempat dia melanjutkan perkataannya, aku langsung memotong
“ iya, gue suka ma loe “ kataku padanya. Sebenarnya saat itu aku linglung tapi juga ingin meledak dan mengeluarkan apa yang aku pendam selama ini. Dia diam, aku juga diam.
“ oke, gimana kalo kita jalani aja ? “ katanya tiba-tiba yang sukses membuat jantungku berdetak kencang.
“ maksudnya ? “ tanyaku.
“ iya, kita jalani aja, kita jadian “ katanya kemudian.
“ se..serius ? “ kataku tak percaya
“ iya, bukannya selama ini kamu yang selalu ada di dekat gue, dan gue akan berusaha untuk  lebih cinta  sama kamu “ katanya yang tiba-tiba langsung memanggilku dengan sebutan ‘kamu’. Saat itu aku tahu dia belum bisa melupakan Fina, dan kata ‘berusaha lebih cinta’ aku artikan bahwa dia belum bisa memberi cintanya bahkan 60% padaku, tapi itulah cinta memang kadang tak berlogika, maka aku menerima begitu saja dengan  “background” cinta diam-diam ku menjadi kenyataan, dan beranggapan bahwa itu wajar berharap dia bisa melupakan kata ‘mantan’.

***
Setelah hari tu hanya satu kata yang mengiringi hariku ‘bahagia’ . Bahagia saat mengirim pesan singkat ke ponselnya, bahagia saat duduk  di sampingnya, dan sangat bahagia saat dia mengakuiku sebagai pacarnya di depan teman-temannya. Aku tak tahu apakah ini mempunyai arti penting di mata lelaki, tapi kami sebagai wanita menilai ini penting, karena yang kami butuhkan adalah sebuah kepastian. Hanya satu yang membuatku bimbang, aku... tak menemukan sinar matanya, sinar seperti saat dia memandang Fina, aku tak temukan itu saat dia memandangku, hanya itu saja. Hingga...hal yang tak kuharapkan datang, semuanya berubah saat ‘sang mantan’ kembali. Fina kembali dan memutuskan untuk kuliah di kota ini. Fina kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yang menjanjikan, alasan kepindahannya menurut mereka, salah satunya karena Fina masih mencintai mantannya alias orang yang saat ini sah menjadi pacarku. Alasan yang membuat hatiku sangat ngilu, dan jujur saja takut, takut karena kisahku dan dia akan berakhir secepat ini.

***
Dua minggu setelah kepulangan Fina, dia berubah 180 derajat dan menjadi pendiam, walaupun terkadang dia masih membuatku tertawa dengan leluconnya. Aku benci kondisi seperti ini, benci ketidakpastian semacam ini. Benci karena rasa takutku, dan rasa cemburuku yang membakar seluruh hal positif di dalam pikiranku, tapi aku tak berani bicara dengannya bahkan sedikitpun tak pernah kusentuh pembicaraan tentang Fina, hingga akhirnya dia sendiri yang membuka pembicaraan ini denganku, dan ini lah hal yang paling aku takutkan untuk mendengar keputusannya secara tidak langsung.

Kami duduk di kursi panjang tepat di bawah pohon rindang yang dikelilingi rumput ilalang yang indah.
“ gue sebenarnya beberapa hari ini ketemuan sama Fina “ katanya memulai. Hatiku langsung menyusut .
“ jujur gue gak tau harus gimana, karna gue masih sayang sama dia.” Tambahnya lagi. Aku menahan air mataku di ujung mata.
“ tapi gue juga gak bisa ninggalin loe, karna gue yang minta kita buat jadian, gue egois, maaf “ katanya lirih yang sekarang sudah memanggil gue dengan sebutan ‘loe’.
Aku masih diam, berusaha keras untuk tidak menangis.
Saat itu aku teringat semua hal di masa lalu, teringat saat dia menyapa ku, teringat saat daftar ulang bareng, teringat saat kerja kelompok bareng, teringat saat dia bilang kami jadian, teringat saat tertawa, bercanda, apa semua itu palsu ? enggak !!! aku enggak mau melepas dia. Aku langsung menoleh ke wajahnya dan memandanginya, kemudian aku menghela nafas.
“ yaudah kita putus “ kataku bulat tetapi hancur.
“ serius ? “ katanya bahkan tidak mengatakan “kenapa ? “.
Aku mengangguk, “ mungkin ini yang terbaik “ kataku kemudian.
Aku tahu dia memandangi dengan perasaan bersalah atau perasaan yang lain. Aku bangkit dari kursi dan berusaha tersenyum di depannya sambil mengacungkan tanganku bermaksud untuk menyalaminya. Dia bangkit dan membalas salamanku, kami bersalaman beberapa saat.
“ mulai sekarang kita temanan ya, dan semuanya harus tetap normal kayak dulu “ kataku masih dengan senyum yang dipaksakan.
Dia masih diam dan hanya memandangiku. Aku berbalik arah dan akan meninggalkan tempat itu.
“ kenapa ? kenapa loe ngelepas gue ? “ katanya sebelum aku benar-benar pergi dari tempat itu.
Aku diam sesaat dan harus menarik nafas dulu agar air mataku tidak tumpah.
“ beberapa menit yang lalu, gue juga gak mau ngelepas loe, gue mau mempertahankan loe, tapi...pas gue memandang wajah loe, gue gak bisa ngeliat pancaran sinar di mata loe kayak dulu. Pancaran sinar itu cuma buat fina dan mungkin gak akan pernah buat gue. Gue...suka sama loe pertama kali karna ngeliat sinar tulus di mata loe, dan gue mau ngeliat sinar itu lagi, meski itu bukan buat gue. “ kataku lirih
“ shell... “ katanya  
“ tapi tenang aja kok, gue bakal ngasi cinta ini ke orang yang memberikan pancaran sinar itu ke gue, jadi  kita bakal sama-sama bahagia kan...” kataku.
bayangkan gimana hancurnya aku saat itu, melepas orang yang benar-benar aku sayangi demi kebahagiannya sendiri. Rasa hancur ini sulit buat diungkapkan dengan kata-kata seperti sebagian mozaik kehidupan hilang, aku harus mengatakan ini didepannya dan berjalan pergi tanpa menoleh kewajahnya hanya membawa sisa-sisa kenangan yang ada. Hari itu, hari dimana aku menangis sejadi-jadinya dan membiarkan diriku terbenam dalam kesedihan yang mendalam. Keputusan besar ku ambil dalam diriku, melepas orang yang kucintai dan memberikan cinta ini kepada orang yang mencintai ku. Aku akan menangis dan itu pasti, tapi aku juga akan bahagia dengan orang yang memberikan sinar mata tulus itu kepadaku. Tuhan tidak memberi kita sesuatu yang diinginkan tetapi sesuatu yang kita butuhkan. Cinta sulit untuk dipaksakan begitu juga kisah kami, dan aku akan mencari kisahku sendiri.